Selasa, 19 Juni 2012

ASAL USUL KATA MANGGIS


ASAL USUL KATA MANGGIS
Terdapatlah sebuah pemukiman penduduk di masa lalu. Pemukiman ini bernama lumut, sekitar 7 kilometer bagian Utara Desa Sungaipinang, Lingga. Saat ini kawasan pemukiman itu sudah menjadi hutan, sudah tidak ada lagi dari kebisingan orang banyak. Fakta sejarah yang dapat dilihat hanyalah peninggalan beberapa batu nisan sebagai tanda perkuburan manusia.
Alkisah hiduplah dengan damai sebuah keluarga kecil di permukiman itu. Tidak seperti orang lainnya, keluarga ini berumah di tepi hutan  rimba yang jauh dari hiruk pikuk kebisingan orang ramai. Pasangan ini mempunyai anak tunggal. Anak mereka itu berjenis kelamin perempuan yang cantik molek bernama Magi. Perawakan anak perempuan mereka itu mengikuti  perawakan bapaknya yang bernama Magot. Sangat susah mencari raut wajah anak gadis itu yang mirip dengan ibunya Ginoh. Namun demikian, soal kasih sayang , Magi lebih dekat dengan ibunya itu.
Perihal Magi, tingginya semampai. Rambutnya sampai ke betis. Dagunya munggil, ada belahnya. Bentuk mukanya lonjong. Lehernya jenjang. Hidungnya mancung dan sangat serasi dengan tipe bibirnya yang sensual. Magi merupakan anak berhati mulia,jujur, dan tulus. Dia juga termasuk anak manusia yang memiliki sifat keras hati. Jika ditenung-tenung, di wajahnya yang hitam manis itu, terbentuk sebuah garis lurus yang condong agak ke kanan dari kening menuju antara dua alis matanya. Kata orang tua-tua, itulah tandanya orang yang memiliki kemauan keras.
Sebagai seorang gadis, Magi memilki kesenangan yang umumnya memang di senaggi oleh kebanyakan kaum perempuan. Apa jenis kesenangan itu ? menanam dan merawat tanaman bunga. Magi mempunyai kebun khusus untuk menyalurkan kesenanggannya itu yang terletak tidak jauh dari depan rumahnya. Kebun itu sangat luas sehingga banyak tanaman bunga dapat dipeliharanya untuk suatu ketika akan dapat menghasilkan bunga yang banyak dan indah.
Suatu petang, Magot menerima kedatangan seorang lelaki. Lelaki itu anak terpandang karena kekayaannya di lumut. Kedatangan lelaki lajang itu untuk melamar anak tunggal Magot. Namun demikian, belum terlalu banyak pemuda itu berkata-kata guna menyampaikan maksud hatinya, Magot langsung menolak lamaran itu. Alasannya, lelaki itu tidak akan mampu menjadi seorang suami bagi anaknya yang bernama Magi itu. Magot berkata bahwa pemuda itu nanti pastilah terlalu sibuk mencari dan menjaga harta benda sehingga tidak terlalu menghiraukan sang istri. Ginoh yang mendengar pekataan suaminya itu dari sebalik dinding ruang tengah, hanya dapat mengusap-usap dada.
Pada petang lainnya lagi, Magot menerima kedatangan seorang lelaki. Dia pemuda yang tampan dan baik budi. Semua orang tua di kampung itu berharap dapat menjadi mertua dari lelaki berbudi itu. Sayang, kedatanggannya untuk melamar Magi di tolak magot.” Pasti anakku nanti akan makan hati karena engkau menjadi pujaan semua orang”, kata Magot singkat kepada lelaki itu . Lelaki itu pun pulang dengan tangan hampa tanpa banyak di beri kesempatan berbicara oleh orang tua Magi.
Tidak lama berselang, datang lagi lelaki yang akan melamar Magi. Kali ini lelaki yang datang itu adalah tipe lelaki yang sangat rajin bekerja untuk mencari nafkah. Kalau musim laut sedang bagus, lelaki itu pasti asyik bekarja sebagai nelayan. Akan tetapi, kalau cuaca pancaroba , pemuda tampan itu pasti berada di tempat kerjanya di hutan-hutan. Seperti sudah diduga banyak orang, ternyata lamaran pemuda pemuda tampan yang rajin bekerja itu juga di tolak oleh Magot. Alasannya,dia khawatir anaknya nanti tidak akan bahagia bersuami dengan orang yang tidak pernah lekat (berada) di rumah.
Hujan renyai turun petang itu. Matahari tertutup mendung. Pelangi di mata Barat terlihat terbentang indah warna-warni. Magi sedang asik merawat tanaman di kebun bunga. Magi sangat tekun merawat sebatang tanaman kecil yang baru diperolehnya di pinggir hutan. Tidak seperti lainya, Magi sama sekali tidak tahu nama tanaman itu. Di pikiran magi, tanaman itu sangat berbeda dengan tanaman lainnya. Mungkinkah tanaman ini nanti akan menghasilkan bunga yang indah ? pertanyaan dan harapan inilah yang selalu muncul di dalam pikiran si gadis pujaan itu. Apa gerangankah tanaman itu ? pohonnya berakar  tunggang. Warna daunnya hijau-kehitaman-hitaman. Bentuk daunnya lebar dan berserat banyak. Batangnya banyak mengeluarkan cabang. Cabang-cabang itu beraturan tumbuh dari batang mulai dari arah pangkal sampai ke ujung batang. Waktu itu tanaman itu sudah dua depa tingginya, lebih tinggi dari tingginya badan Magi. Baik magi maupun orang tuanya, belum lagi dapat berita tentang nama tanaman yang kokoh itu.
Sedang asyik anak beranak itu berada di kebun, datanglah seorang lelaki yang tidak di kenal. Magi terhenyak melihat lelaki tampan yang datang menjumpai orang tuanya itu. Kulitnya kuning langsat, matanya hitam berbinar seperti terjaga dari melihat yang tidak baik. Mulutnya terlihat seperti tidak pernah berkata fitnah. Rambutnya tebal berombak. Mukanya lonjong mangga, tidak berkumis dan tidak pula berjenggot.
Ketika lelaki itu asyik bercakap dengan bapaknya, Magi hanya berdiri tertegun di samping tanaman yang belum di ketahui namanya. Sesekali dia mencuri pandang kea rah pemuda yang berpakai rapi itu.
Pemuda : Saya bukan orang kampung ini. Saya tidak terlalu rajin bekerja. Saya juga tidak terlalu suka pada harta dunia. Saya datang ke sini untuk meminta izin bapak agar Magi dapat saya jadikan istri saya. Apakah bapak setuju ?
Magot     :   Saat ini bukan lah waktu yang tepat untuk berbuncang dan berunding tentang masa depan anak saya. Pulanglah dulu, tujuh hari lagi, silakan datang lagi.
Pemuda : Saya sangat paham maksud bapak. Saya minta diri. Tujuh hari lagi saya pasti datang lagi.
Pada saat terjadi pembicaraan antara ayahnya dengan pemuda, Magi berpura-pura tidak mendengarnya. Kononnya dia asyik merawat tanaman yang belum diketahui namanya. Detal jantungnya berdebar kuat setiap kali mendengar kata-kata lelaki yang dinilainya sangat sopan itu.
Hari ketujuh pun datang walaupun Magi terasa lama menunggu. Seperti pada datang pertama, untuk kedatanggan yang kedua pemuda itupun tiba-tiba sudah ada di kebun tanaman bunga Magi. Magot juga memiliki firasat yang kuat maka pada hari dan detik itu dia sudah juga berada di kebun bunga anaknya. Sementara itu Magi sangat senang karena pemuda itu datang lagi. Hai bapakku terimalah lamaran pemuda itu, do’a nya dalam hati.
Pemuda : Saya datang lagi sesuai dengan janji kita satu minggu yang lalu. Apa jawaban tentang hasrat saya yang ingin mempersunting anak bapak untuk menjadi istri samapai akhir ayat saya nanti ?
Magot    : Maafkan saya karena saya keliru menghitung hari. Pada hari ini bukanlah hal yang baik untuk merundingkan tentang lamar-melamar anak gadis orang. Datanglah lagi tujuh hari selepas hari ini. Ingat, tidak boleh lagi Tanya-tanya silahkan pulang dulu.
Pemuda itupun langsung pamit. Lama-lama dirinya tidak lagi Nampak karena terlindung oleh semak belukar. Sementara itu, Magi tercenung kaku ketika bapaknya menyapa. Terasa belum puas lagi dia mendengar percakapan pemuda itu dengan bapaknya. Terasa belum lama juga dia dapat melihat pemuda yang memang sangat dia sukai karena sifat baiknya.
Malam hari, Magot bercerita kepada istrinya tentang maksud pemuda. Magot member tahukan juga kepada Ginoh bahwa Magi terlihat suka dengan pemuda itu. Magi menyimak pembicaraan orang tuanya dari bilik dapur. Sayangnya percakapan itu tidak di ketahui ujungnya. Apakah bapaknya memberitahukan kepada ibunya akan menerima lamaran pemuda itu ?.

Pada waktunya, pemuda itu berada lagi di kebun Magi. Dia berdiri persis di depan Magot membelakangi Magi yang sedang berdiri di samping pohon kesayangannya.
Pemuda : Saya datang lagi sesuai dengan janji kita satu minggu yang lalu. Apakah bapak menerima lamaran saya ?
Magot   : Saya izinkan tuan memperistrika anak saya yang bernama  Magi. Cuma saat ini musim pancaroba. Saat seperti ini bukanlah baik untuk mendirikan rumah tangga. Berdasarkan perhitungan perjalanan bintang, silahkan datang lagi ketika angin kuat dari arah utara tidak lagi bertiup kencang. Itu semua akan memakan waktu dua bulan lagi. Sampai masanya, datanglah lagi untuk memperistrikan Magi.
Pemuda : Saya mengerti maksud bapak yang sudah mengizinkan saya untuk menjadi suami Magi. Saya mohon diri.
Ketika pemuda itu tidak lagi terlihat dari pandangan Magot, ketika itu pula Magi yang semula berdiri tegak di samping tanaman kesayanganya menghilang pula dari pandangan Magot. Magot binggung dan pulang ke rumah untuk memberitahu kejadian yang menimpa anaknya kepada istrinya, Ginoh. Keduanya segera kembali ke tanaman tempat berdirinya Magi. ‘ Di mana tadi anakku ? ‘ tanya Ginoh kepada lakinya, Magot. ‘ Di sini tadi Magi naggis (baca:menangis)’, jawab Magot sambil menunjuk tanaman yang belum di ketahui namanya. Anak mereka tetap tidak ada. Suami-istri itu hanya pasrah kepada Yang Mahakuasa tentang raibnya anak gadis itu.
Sejak hilangnya Magi, pasangan suami-istri itu bersepakat untuk merawat tanaman kesayangan Magi. Lima tahun kemudian, tanaman itu menghasilkan bunga-bunga yang indah karena  warnaya. Akhirnya tanaman itu berbuah. Semasa putik, buahnya bewarna kuning dan bermahkota di bagian pangkal tangkainya. Mereka asyik mengamati perubahan buah-buahan itu dari kecil hingga menjadi lebih besar; dari bewarna kuning sehingga menjadi hitam kecoklat-coklatan ; dari buah itu berada di pohon sampai buah itu jatuh dari batangnya tanda sudah masak. Mereka memberi nama tanaman itu sebagai ‘ manggis’ yang semula berasal dari ‘Magi nangis’.
Perihal Magi yang menghilang, kononnya dia di bawa oleh dewa yang berada di puncak Gunung Daik. Konon kabarnya lagi pemuda terakhir yang datang itu adalah dewa.
Perihal buah manggis yang kita jumpai saat ini memang identik dengan cerita di atas ini. Dia berhati mulia walaupun kulitnya hitam, bagaikan buah manggis yang manis rasanya walaupun bentuknya hitam legam. Magi juga merupakan wanita jujur, tulus, dan ikhlas yang di tandainya jujurnya buah manggis yang dinyatakan jumlah ulas isinya yang terdapat di bagian tampuknya. Itulah sebabnya, manggis merupakan cerminan Magi, putri Magot yang baik hati dan manja.
Pertama kali Magot dan Ginoh memakan buah manggis mereka mengalami kesulitan untuk membukanya. Pertanyaan yang mereka hadapi adalah bagaimana cara membukanya ? Apakah di belah pakai pisau ? Magot dan Ginoh sangat yakin bahwa magi merupakan putri yang manja. Oleh karena itu, mereka membuka buah manggis itu dengan cara ‘memeluknya’ yakni menekan dengan kedua telapak tangan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar