ASAL USUL
KATA MANGGIS
Terdapatlah sebuah pemukiman penduduk di masa lalu.
Pemukiman ini bernama lumut, sekitar 7 kilometer bagian Utara Desa Sungaipinang,
Lingga. Saat ini kawasan pemukiman itu sudah menjadi hutan, sudah tidak ada
lagi dari kebisingan orang banyak. Fakta sejarah yang dapat dilihat hanyalah
peninggalan beberapa batu nisan sebagai tanda perkuburan manusia.
Alkisah hiduplah dengan damai sebuah keluarga kecil
di permukiman itu. Tidak seperti orang lainnya, keluarga ini berumah di tepi
hutan rimba yang jauh dari hiruk pikuk
kebisingan orang ramai. Pasangan ini mempunyai anak tunggal. Anak mereka itu
berjenis kelamin perempuan yang cantik molek bernama Magi. Perawakan anak
perempuan mereka itu mengikuti perawakan
bapaknya yang bernama Magot. Sangat susah mencari raut wajah anak gadis itu
yang mirip dengan ibunya Ginoh. Namun demikian, soal kasih sayang , Magi lebih
dekat dengan ibunya itu.
Perihal Magi, tingginya semampai. Rambutnya sampai
ke betis. Dagunya munggil, ada belahnya. Bentuk mukanya lonjong. Lehernya
jenjang. Hidungnya mancung dan sangat serasi dengan tipe bibirnya yang sensual.
Magi merupakan anak berhati mulia,jujur, dan tulus. Dia juga termasuk anak
manusia yang memiliki sifat keras hati. Jika ditenung-tenung, di wajahnya yang
hitam manis itu, terbentuk sebuah garis lurus yang condong agak ke kanan dari
kening menuju antara dua alis matanya. Kata orang tua-tua, itulah tandanya
orang yang memiliki kemauan keras.
Sebagai seorang gadis, Magi memilki kesenangan yang
umumnya memang di senaggi oleh kebanyakan kaum perempuan. Apa jenis kesenangan
itu ? menanam dan merawat tanaman bunga. Magi mempunyai kebun khusus untuk
menyalurkan kesenanggannya itu yang terletak tidak jauh dari depan rumahnya.
Kebun itu sangat luas sehingga banyak tanaman bunga dapat dipeliharanya untuk
suatu ketika akan dapat menghasilkan bunga yang banyak dan indah.
Suatu petang, Magot menerima kedatangan seorang
lelaki. Lelaki itu anak terpandang karena kekayaannya di lumut. Kedatangan
lelaki lajang itu untuk melamar anak tunggal Magot. Namun demikian, belum
terlalu banyak pemuda itu berkata-kata guna menyampaikan maksud hatinya, Magot
langsung menolak lamaran itu. Alasannya, lelaki itu tidak akan mampu menjadi
seorang suami bagi anaknya yang bernama Magi itu. Magot berkata bahwa pemuda
itu nanti pastilah terlalu sibuk mencari dan menjaga harta benda sehingga tidak
terlalu menghiraukan sang istri. Ginoh yang mendengar pekataan suaminya itu
dari sebalik dinding ruang tengah, hanya dapat mengusap-usap dada.
Pada petang lainnya lagi, Magot menerima kedatangan
seorang lelaki. Dia pemuda yang tampan dan baik budi. Semua orang tua di
kampung itu berharap dapat menjadi mertua dari lelaki berbudi itu. Sayang,
kedatanggannya untuk melamar Magi di tolak magot.” Pasti anakku nanti akan
makan hati karena engkau menjadi pujaan semua orang”, kata Magot singkat kepada
lelaki itu . Lelaki itu pun pulang dengan tangan hampa tanpa banyak di beri
kesempatan berbicara oleh orang tua Magi.
Tidak lama berselang, datang lagi lelaki yang akan
melamar Magi. Kali ini lelaki yang datang itu adalah tipe lelaki yang sangat
rajin bekerja untuk mencari nafkah. Kalau musim laut sedang bagus, lelaki itu
pasti asyik bekarja sebagai nelayan. Akan tetapi, kalau cuaca pancaroba ,
pemuda tampan itu pasti berada di tempat kerjanya di hutan-hutan. Seperti sudah
diduga banyak orang, ternyata lamaran pemuda pemuda tampan yang rajin bekerja
itu juga di tolak oleh Magot. Alasannya,dia khawatir anaknya nanti tidak akan
bahagia bersuami dengan orang yang tidak pernah lekat (berada) di rumah.
Hujan renyai turun petang itu. Matahari tertutup
mendung. Pelangi di mata Barat terlihat terbentang indah warna-warni. Magi
sedang asik merawat tanaman di kebun bunga. Magi sangat tekun merawat sebatang
tanaman kecil yang baru diperolehnya di pinggir hutan. Tidak seperti lainya,
Magi sama sekali tidak tahu nama tanaman itu. Di pikiran magi, tanaman itu
sangat berbeda dengan tanaman lainnya. Mungkinkah tanaman ini nanti akan
menghasilkan bunga yang indah ? pertanyaan dan harapan inilah yang selalu
muncul di dalam pikiran si gadis pujaan itu. Apa gerangankah tanaman itu ?
pohonnya berakar tunggang. Warna daunnya
hijau-kehitaman-hitaman. Bentuk daunnya lebar dan berserat banyak. Batangnya
banyak mengeluarkan cabang. Cabang-cabang itu beraturan tumbuh dari batang
mulai dari arah pangkal sampai ke ujung batang. Waktu itu tanaman itu sudah dua
depa tingginya, lebih tinggi dari tingginya badan Magi. Baik magi maupun orang
tuanya, belum lagi dapat berita tentang nama tanaman yang kokoh itu.
Sedang asyik anak beranak itu berada di kebun,
datanglah seorang lelaki yang tidak di kenal. Magi terhenyak melihat lelaki
tampan yang datang menjumpai orang tuanya itu. Kulitnya kuning langsat, matanya
hitam berbinar seperti terjaga dari melihat yang tidak baik. Mulutnya terlihat
seperti tidak pernah berkata fitnah. Rambutnya tebal berombak. Mukanya lonjong
mangga, tidak berkumis dan tidak pula berjenggot.
Ketika lelaki itu asyik bercakap dengan bapaknya, Magi
hanya berdiri tertegun di samping tanaman yang belum di ketahui namanya.
Sesekali dia mencuri pandang kea rah pemuda yang berpakai rapi itu.
Pemuda : Saya
bukan orang kampung ini. Saya tidak terlalu rajin bekerja. Saya juga tidak
terlalu suka pada harta dunia. Saya datang ke sini untuk meminta izin bapak
agar Magi dapat saya jadikan istri saya. Apakah bapak setuju ?
Magot : Saat
ini bukan lah waktu yang tepat untuk berbuncang dan berunding tentang masa
depan anak saya. Pulanglah dulu, tujuh hari lagi, silakan datang lagi.
Pemuda : Saya
sangat paham maksud bapak. Saya minta diri. Tujuh hari lagi saya pasti datang
lagi.
Pada saat terjadi pembicaraan antara ayahnya dengan
pemuda, Magi berpura-pura tidak mendengarnya. Kononnya dia asyik merawat
tanaman yang belum diketahui namanya. Detal jantungnya berdebar kuat setiap
kali mendengar kata-kata lelaki yang dinilainya sangat sopan itu.
Hari ketujuh pun datang walaupun Magi terasa lama
menunggu. Seperti pada datang pertama, untuk kedatanggan yang kedua pemuda
itupun tiba-tiba sudah ada di kebun tanaman bunga Magi. Magot juga memiliki
firasat yang kuat maka pada hari dan detik itu dia sudah juga berada di kebun
bunga anaknya. Sementara itu Magi sangat senang karena pemuda itu datang lagi.
Hai bapakku terimalah lamaran pemuda itu, do’a nya dalam hati.
Pemuda : Saya
datang lagi sesuai dengan janji kita satu minggu yang lalu. Apa jawaban tentang
hasrat saya yang ingin mempersunting anak bapak untuk menjadi istri samapai
akhir ayat saya nanti ?
Magot : Maafkan saya karena saya keliru menghitung
hari. Pada hari ini bukanlah hal yang baik untuk merundingkan tentang
lamar-melamar anak gadis orang. Datanglah lagi tujuh hari selepas hari ini.
Ingat, tidak boleh lagi Tanya-tanya silahkan pulang dulu.
Pemuda itupun langsung pamit. Lama-lama dirinya tidak
lagi Nampak karena terlindung oleh semak belukar. Sementara itu, Magi tercenung
kaku ketika bapaknya menyapa. Terasa belum puas lagi dia mendengar percakapan
pemuda itu dengan bapaknya. Terasa belum lama juga dia dapat melihat pemuda
yang memang sangat dia sukai karena sifat baiknya.
Malam hari, Magot bercerita kepada istrinya tentang
maksud pemuda. Magot member tahukan juga kepada Ginoh bahwa Magi terlihat suka
dengan pemuda itu. Magi menyimak pembicaraan orang tuanya dari bilik dapur.
Sayangnya percakapan itu tidak di ketahui ujungnya. Apakah bapaknya memberitahukan
kepada ibunya akan menerima lamaran pemuda itu ?.
Pada waktunya, pemuda itu berada lagi di kebun Magi.
Dia berdiri persis di depan Magot membelakangi Magi yang sedang berdiri di
samping pohon kesayangannya.
Pemuda : Saya
datang lagi sesuai dengan janji kita satu minggu yang lalu. Apakah bapak
menerima lamaran saya ?
Magot
: Saya izinkan tuan memperistrika anak
saya yang bernama Magi. Cuma saat ini
musim pancaroba. Saat seperti ini bukanlah baik untuk mendirikan rumah tangga.
Berdasarkan perhitungan perjalanan bintang, silahkan datang lagi ketika angin
kuat dari arah utara tidak lagi bertiup kencang. Itu semua akan memakan waktu
dua bulan lagi. Sampai masanya, datanglah lagi untuk memperistrikan Magi.
Pemuda : Saya
mengerti maksud bapak yang sudah mengizinkan saya untuk menjadi suami Magi.
Saya mohon diri.
Ketika pemuda itu tidak lagi terlihat dari
pandangan Magot, ketika itu pula Magi yang semula berdiri tegak di samping
tanaman kesayanganya menghilang pula dari pandangan Magot. Magot binggung dan
pulang ke rumah untuk memberitahu kejadian yang menimpa anaknya kepada
istrinya, Ginoh. Keduanya segera kembali ke tanaman tempat berdirinya Magi. ‘
Di mana tadi anakku ? ‘ tanya Ginoh kepada lakinya, Magot. ‘ Di sini tadi Magi naggis
(baca:menangis)’, jawab Magot sambil menunjuk tanaman yang belum di ketahui
namanya. Anak mereka tetap tidak ada. Suami-istri itu hanya pasrah kepada Yang
Mahakuasa tentang raibnya anak gadis itu.
Sejak hilangnya Magi, pasangan suami-istri itu
bersepakat untuk merawat tanaman kesayangan Magi. Lima tahun kemudian, tanaman
itu menghasilkan bunga-bunga yang indah karena
warnaya. Akhirnya tanaman itu berbuah. Semasa putik, buahnya bewarna
kuning dan bermahkota di bagian pangkal tangkainya. Mereka asyik mengamati
perubahan buah-buahan itu dari kecil hingga menjadi lebih besar; dari bewarna
kuning sehingga menjadi hitam kecoklat-coklatan ; dari buah itu berada di pohon
sampai buah itu jatuh dari batangnya tanda sudah masak. Mereka memberi nama
tanaman itu sebagai ‘ manggis’ yang semula berasal dari ‘Magi nangis’.
Perihal Magi yang menghilang, kononnya dia di bawa
oleh dewa yang berada di puncak Gunung Daik. Konon kabarnya lagi pemuda
terakhir yang datang itu adalah dewa.
Perihal buah manggis yang kita jumpai saat ini
memang identik dengan cerita di atas ini. Dia berhati mulia walaupun kulitnya
hitam, bagaikan buah manggis yang manis rasanya walaupun bentuknya hitam legam.
Magi juga merupakan wanita jujur, tulus, dan ikhlas yang di tandainya jujurnya
buah manggis yang dinyatakan jumlah ulas isinya yang terdapat di bagian
tampuknya. Itulah sebabnya, manggis merupakan cerminan Magi, putri Magot yang
baik hati dan manja.
Pertama kali Magot dan Ginoh memakan buah manggis
mereka mengalami kesulitan untuk membukanya. Pertanyaan yang mereka hadapi
adalah bagaimana cara membukanya ? Apakah di belah pakai pisau ? Magot dan Ginoh
sangat yakin bahwa magi merupakan putri yang manja. Oleh karena itu, mereka
membuka buah manggis itu dengan cara ‘memeluknya’ yakni menekan dengan kedua
telapak tangan.